Tatatatatataa…. Senapan otomatis menyalak. Kutundukkan kepalaku sembari berlari ke arah tumpukan besi tua yang mengelilingi bangunan ini. Jantungku berdetak kencang, mengalirkan darah lebih cepat, mengedarkan adrenalin ke seluruh tubuh. Telingaku masih berdenging karena suara senapan dari jarak dekat tanpa pelindung telinga.
Kami menembak balik. Hanataro mengenai satu. Saat itulah, aku mendongak, dan kulihat seseorang mengincarku dari atap gudang. Ia mengacungkan bazooka, membidik. Shit. Kuarahkan senapanku, dan kutekan jariku. Peluru berhamburan, menembus tubuhnya. Tapi sebelum jatuh ia sempat menekan pelatuk bazookanya.
Dunia seakan melambat, semuanya berubah menjadi sejernih kristal. Bisa kulihat ledakan kecil dan asap yang menyertai peluncuran roket, bagaimana peluncur bazooka tersentak ke atas akibat gaya tolak, dan bagaimana roket meluncur ke arahku. Tidak ada waktu lagi, aku melompat ke samping, tangan kiriku terangkat ke atas, seperti saat kau menahan pukulan dengan tanganmu. Shield! Pikirku. Dan A.T. Field terbuka di hadapanku, seperti gelombang air yang membesar dari satu titik kecil di pusat tetesan air. A.T. Field-ku berukuran sekitar dua setengah meter panjang, satu meter lebar, hampir transparan.
Roket menyentuh A.T. Field-ku tidak dengan ujungnya, tapi ujung sampingnya. A.T. Field-ku mendispersikan semua objek yang menyentuhnya, gayanya membelokkan arah gerak roket menyamping. Roket meledak saat menyentuh tanah, dapat kurasakan panasnya ledakan, tapi aku aman di belakang A.T. Field. Tubuhku terpental ke belakang beberapa meter akibat gaya tolak roket dan karena gelombang kejut ledakan. Reflek tangan kananku terjulur ke belakang, kepalaku kutekuk ke dada. Tubuhku menghantam tanah, untuk sekejap pandanganku gelap, namun aku tidak pingsan.
“JOHN!” terdengar beberapa orang berteriak.
“JOHN!! ARE YOU OK?!?” Kapten berteriak melalui alat komunikasi di telingaku. Aku tidak menjawab, adrenalin masih kental di darahku. Untuk sesaat aku tidak bisa berpikir, hanya memandang tempat roket menghantam tanah, membuat lubang kawah kecil yang berasap.
“JOHN! ANSWER, DAMN IT!!” kali ini terdengar Alex berteriak di alat komunikasiku.
Nafasku memburu. Kemudian kenyataan menghantam, aku masih hidup. “I’m ok, I’m ok!” kataku cepat, entah kepada teman satu timku atau kepada diriku sendiri.
Terdengar teriakan gemas Alex, gemas dan lega.
“Cepat berlindung!” teriak Kapten. Kubalikkan badanku, berlari menuju tumpukan besi di kananku. Dadadadadaa…. Terdengar suara peluru menghantam tanah di dekatku. Kutundukkan tubuhku. Aku berpaling, memandang ke arah kiri. Larry mengangguk. Tanganku meraih granat kejut. Larry berdiri dan menembak ke arah musuh, memaksa mereka berlindung. Tembakan perlindungan. Arah tembakan berasal dari mulut gudang tua, kuperkirakan sekitar 15 meter. Sembari ketegakkan badanku, kuputar bagian atas granat kejut, lalu kulempar sekuat tenaga. Di sampingku, Leon terus menembak, membantu Larry membuat tembakan perlindungan.
Granat membuat kurva, lalu.... (bersambung)
Selasa, 25 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar